Dialah
pelacur itu…
Kerasnya
kehidupan telah dilaluinya. Usianya baru mencapai dua puluh lima tahun.
Apartement mewah di kawasan bergengsi,
rumah megah di kawasan elit dan sebuah sedan Camry yang terparkir di
garasinya adalah symbol kemenangannya menghadapi persaingan hidup. Walau
semuanya itu didapat dari melacurkan diri.
Ya.
Lelaki muda itu memang seorang Gigolo. Tapi Bukankah Gigolo itu juga profesi?
Karena tidak semua orang bisa jadi Gigolo. Tidak semua orang hebat dalam
bercinta. Apa lagi melayani perempuan.
Memang
lebih sulit menjadi pelacur lelaki dari pada menjadi pelacur perempuan. Pasiennya
kebanyakan adalah tente-tante yang sangat jaim. Kebanyakan dari kelas atas yang
sangat menjaga kerahasiaan dirinya. Kalau pelacur wanita cukup dengan berdiri
di pinggir jalan atau bergabung dengan germo di satu kawasan. Market pelacur
laki-laki jauh lebih sempit dari pada itu. Belum lagi resiko yang di hadapi,
jika berbentur dengan suami sang tante, bisa-bisa nyawa jadi taruhannya.
Masalah
yang paling sulit dihadapi adalah ketika pasienya memiliki usia dan wajah yang
jauh dari standar birahinya. “ Burungnya” kadang sulit untuk diajak kompromi.
Padahal untuk pelacur lelaki “burung” adalah segalanya. Belum lagi kalau sang
tante punya teman “arisan,” dibutuhkan tenaga dan doping yang sangat mahal
harganya. Karena kadang dia harus melayani lima perempuan sekaligus dalam satu
kamar. Kalau pelacur perempuan tentu bukan hal yang sulit, karena yoni
itu mejorok ke dalam.
Tante
Lyza…
Perempuan
inilah yang mengajaknya masuk ke dunia pelacuran yang gemerlap. Dia adalah
istri dari seorang perwira tinggi TNI. Tante Liza seorang pemimpin sebuah
perusahaan besar yang bergerak di bidang manufacturing. Lelaki itu mulanya
hanya seorang sopir pribadinya. Ketampanan dan pesonanya telah membuat sang
tante lupa diri.
Pagi
itu Ibrahim mengantar Tante Lyza ke sebuah hotel berbintang lima di kawasan
bunderan Hotel Indonesia. Ada Seminar tentang sebuah produk baru dari Amerika
yang mau lounching. Seminar itu selesai pas jam dua belas siang. Ibrahim sedang
asik bergurau bersama para sopir di parking area. Tiba-tiba handphonenya
berbunyi.
“
Iya bu, saya ada di parking area.”
“
Kamu kemari, cari kamar 301, saya tunggu di kamar itu!” terdengar suara dari
seberang sana.
“
Tidak langsung kembali ke kantor bu?”
“
Tidak, Saya ada perlu sama kamu sedikit, cepat kamu ke kamar saya.”
“
Baik bu, saya segera kesana.” Ibrahim menutup HPnya.
Kamar
301 itu adalah kamar VIP satu kelas di bawah suite room. Ruangan itu begitu
mewah, Jendelanya menghadap langsung ke Bunderan HI. Tampak banyak kendaraan di
bawah sana dan air mancur yang menjadi saksi keangkuhan Jakarta. Dua kursi
besar nan mewah menghadapi tempat tidur besar yang sangat empuk. Ibrahim
mengetuk pintu dari luar.
“
Masuk.” Jawab Tante Lyza dari dalam. Ibrahim kemudian masuk dengan sedikit
ragu, Dia masih sangat canggung. “ Duduk
kamu di situ, tunggu saya sebentar, saya mau ke kamar mandi.” Lanjut tante Liza.
Kamar
mandi di ruangan itu, ada dekat tempat tidur yang besar. Dinding pemisahnya
terbuat dari kaca tebal yang nyaris transparan. Ibramhim dapat dengan jelas
menyaksikan lekuk tubuh sang Tante. Dia masih perjaka, melihat hal itu tubuhnya
menggigil, gairah mudanya bergolak. Walau tampak samar, tapi semuanya utuh.
Saat air dari shower mulai membasahi tubuh wanita itu, sang tante jadi terlihat
semakin seksi.
“
Im, maaf, handuk saya ketinggalan di tempat tidur, tolong kamu bawa kemari!”
Ibrahim melihat sebuah handuk yang terkapar di atas tempat tidur, Dia agak ragu
untuk mengambilnya.
“
Yang putih ini bu?”
“
Iya, yang mana lagi, cepat bawa ke sini!”
“
Ini bu,” Ibrahim menyerah kan handuk itu dengan kepala tertunduk, dalam sekali.
Tapi tante Lysa bukan mengambil handuknya, melainkan mengambil tangannya dan
menariknya langsung ke dalam. Permainan tante Lyza sangat hebat, kemudian
mereka pindah ke kasur besar itu. Adegan yang selama ini hanya di lihatnya dalam film porno, kini di
lakukannya langsung. Hilang sudah keperjakaan lelaki muda itu.
Saat
mereka tengah asik masyuk, tiba-tiba pintu kamar terbuka, berdiri seorang
berpakaian seragam TNI. Ya, itu adalah suami tante Lyza. Lelaki itu tampak
tersenyum, Ibrahim seketika hilang birahinya, mukanya pucat.
Tante
Lyza yang berada di bawah tubuhnya juga tersenyum, lalu mendekap kembali Ibrahim,
Ibrahim jadi benar-benar bingung. Apa lagi saat pria yang berpakaian TNI itu
tampak sangat bergairah dan segera membuka pakaian yang dikenakannya.
Lelaki
yang telah melepas pakaian TNInya itu, lalu menghampiri tempat tidur dan
menyingkirkan Ibrahim yang masih dalam dekapan sang tante.
“
Sudah kamu duduk di sana. Lihat! Dan jangan kemana-mana.” Lelaki itu lalu
menggantikan posisi Ibrahim, dia tampak bergairah sekali.
Rintihan
tante dan dengus suaminya berakhir saat sebuah jeritan kecil ke luar dari mulut
sensual sang tante. Kemudian keduanya terkapar.
Sejak
saat itu, jika sang petinggi TNI ingin melakukan hubungan dengan istrinya,
Ibrahim harus selalu memancing dengan permainan gila sang tante. Belakang
lelaki muda itu tahu, bahwa petinggi TNI itu menderita Voyeurism (satu jenis
kelainan seks).
Apapun
yang kamu inginkan semua kami siapkan…
“
Kalau sampai rahasia ini terbongkar, peluru dari pistol ini akan mendekam di
otakmu.” Ancam petinggi TNI itu kepada Ibrahim pada suatu ketika, saat mereka
selesai menyelenggarakan pesta di tempat yang sama. Rupanya sebagai seorang
petinggi TNI dia mendapat ruang gratis di hotel yang terkenal mewah itu.
Kehidupan
Ibrahim mulai berubah. Tante Lyza telah memberikan semua yang Ibrahim minta.
Walaupun statusnya adalah sopir pribadi, Ibrahim memiliki pendapatan yang sama
dengan seorang Manager di tempatnya bekerja. Tapi semua itu di lakukan di
belakang, biasanya selesai mereka melakukan transaksi biologis.
Ibrahim
menyimpan rahasia itu dengan sangat rapi. Tak seorang rekan kerjapun yang
mengetahui hubungan segi tiga itu. Rumah dan apartement mewah itu miliknya
pribadi. Dari hasil tabungan yang dikumpulkannya. Tanpa sepengetahuan tante
Lyza dan suaminya.
Waktu
awal-awal hubungan itu terjadi, Ibrahim memang tersiksa. Dia tidak pernah
mencapai puncak kenikmatan dalam bersenggama, karena selalu saja tuan TNI
keburu nafsu dan menggantikannya. Untungnya tante Lyza mengerti. Di sela-sela
tugas suaminya ke luar kota, tante Lyza sering menyempatkan diri untuk
mengajaknya bermain asmara. Sudah pasti tidak di hotel mewah itu. Takut anak
buah suaminya yang menjadi petugas keamanan di hotel itu tahu.
Tante
Lyza memang seksi namun aneh…
Di
hari ulang tahun sang tante yang ke 42 di gelar beach party di kawasan
Ancol Jakarta. Suaminya tengah bertugas ke Moskow, hanya sebuah kunci mobil
mewah yang menggantikan kehadirannya. Malam itu selesai acara, setelah para
tamu dan kedua anaknya pulang. Ibrahim dan empat teman wanitanya di ajak ke sebuah
hotel yang ada di sana.. Walau semua tampak telah berumur di atas 40 tahun,
tapi penampilan mereka memang sangat terjaga. Semuanya harum bagai symbol dari
farfum yang mewah. Tubuh mereka terlihat kencang, mewakili gairah Jakarta yang
liar.
Selesai
mereka minum-minum di bar yang terletak di lobby hotel itu, di berinya Ibrahim
sebutir pil berwarna biru, dan di suruhnya menunggu di kamar, yang kali ini
berukuran sangat luas. Tak lama kemudian mereka menyusul. Di kamar besar itu mereka
berenam.
“
Laki-laki ini adalah hadiah dari aku untuk kalian semua, ayo kita lanjutkan
pesta,” setengah mabuk tante Lyza menatap Ibrahim liar.
“
Tunggu Lyz, Apa sudah kau minum obat itu?” Seorang perempuan yang bertubuh
kurus namun sangat cantik tiba-tiba bicara kepada Ibrahim.
“
Be…belum.” Jawab Ibrahim gugup.
“
Cepat minum, kami mau pesta denganmu.” Tante Lyza langsung membentak, dan
seorang wanita lagi yang berbadan Gemuk
memberiku air putih kemasan dari tasnya yang mahal. Ibrahim langsung
meminumnya, lelaki itu mulai paham keinginan mereka.
“
Bagaimana kalau sambil menunggu obat itu bereaksi, kita nonton BF dulu.” Tanya
perempuan yang tadi memberi air putih. Pertanyaan itu di jawab dengan anggukan
dan cekikikan yang lainnya.
Belum
selesai separuh film itu di putar, tapi baju Ibrahim sudah robek semua. Malam
itu dia harus melayani lima orang perempuan yang kesetanan.
Bayi
mungil di pinggir tempat sampah…
Dua
puluh lima tahun yang lalu, saat mentari baru muncul di ufuk timur, Ibu Susi
menemukan seorang bayi lelaki dekat tong
sampah di depan panti asuhan miliknya. Di dalam bedongan sang bayi ada sebuah
kalung berbentuk taring harimau dan sebuah surat bertuliskan “ Beri
nama anak ini Bram Kamajaya, kelak kalau aku mampu aku akan mengambilnya
kembali.”
Bayi
lelaki itu memiliki tanda hitam sebesar kuku di tengah dadanya. Ibu Susi lalu
merawat bayi itu dan memberi nama Ibrahim. Itu dibuatnya karena panti asuhan
itu adalah yayasan Islam. Toh dia sudah punya kalung dan tompel di dadanya, pikir bu Susi.
Waktu
terus merajut kuasanya, Ibrahim telah tumbuh menjadi dewasa, namun sang ibu tak
kunjung juga datang. Dia sangat rindu pada ibu biologisnya. Dari menjadi kuli
bangunan sampai kenek Metro Mini telah di lakukan Ibrahim, sampai dia bertemu
tante Lyza.
Kalau
dia bertemu ibunya, pasti ibunya akan memberi tahu siapa ayahnya, pikir Ibrahim.
Di benaknya, Ibu yang di rindukan adalah korban dari lelaki yang tidak
bertanggung jawab. Dengan uang yang di milikinya saat ini, dia pernah beriklan
di sebuah koran terbitan nasional. Di koran itu di ceritakan kronologi dirinya.
Namun tak juga membuahkan hasil.
Ibrahim
masih sering ke panti asuhan milik bu Susi. Bahkan bangunannya kini telah
berubah berkat sumbangan darinya. Setiap kali datang di selalu membawa
macam-macam makanan dan pakaian baru untuk saudara-saudaranya. Dia tak pernah
lupa dari mana dia berasal. Kalung taring harimau tak pernah lepas dari
lehernya, sejak bu Susi menceritakan ihwal dirinya. Surat yang tertulis di dalam
bedongannya kini di bingkai indah dan ditaruh di kamarnya yang megah.
Dia
sangat merindukan ibu kandungnya…
Kelak
kalau aku bertemu ibu, aku akan serahkan semua yang kumiliki untuknya akan
kubahagiakan ibu. Aku juga akan berhenti menjadi budak nafsu tante-tante itu.
Toh Mr TNI yang menjadi suami tante Lyza sebentar lagi pensiun. Aku akan pergi
jauh bersama ibu meninggalkan mereka semua. Aku ingin hidup damai bersama ibu,
walau di dalam hutan sepi sekalipun. Dalam kesendiriannya Ibrahim selalu memuja
dan mengharapkan pertemuannya dengan wanita itu.
Di
usap-usapnya taring macan yang menggantung di leher, itulah cara dia menekan
rindu pada ibunya. Dia hanya tahu bahwa taring macan dan surat itu sebagai
pemberian ibu kandungnya.
Ibrahim
tak ingin menikah sebelum berjumpa ibunya. Dia ingin sang ibu menyaksikan
pernikahannya kelak. Bahkan kalau mungkin, dia ingin ibu yang mencarikan jodohnya.
Sore
hari di teras sebuah rumah mewah, segelas kopi susu dan sepotong roti bakar,
menambah dalam pemujaan dan kerinduanya pada ibu. Di tamannya tertanam berbagai
macam bunga yang harum. Bunga-bunga itu siap menyambut kehadiran ibunya. Ya semuanya
hanya untuk ibu. Tiba-tiba HPnya berbunyi terdengar suara tante Lyza.
“
Im, kamu bisa ke 301 room kita, di bunderan HI sana?”
“
Ini kan hari minggu.”
“
Ya, saya tau, tapi teman saya baru datang dari Swis, dia cantik lo, kamu tolong
temani dia, dia istimewa, Hyper sex. Kamu harus bawa pil biru itu, kamu temani
dia sampai besok pagi.!”
“
Besok pagi saya bisa libur ya bu?”
“
Ya, besok dari hotel kamu ajak dia ke kantor, setelah itu silahkan kamu libur,
Karena aku yakin, semalaman saja kamu sama dia, pasti butuh istirahat yang
panjang hi…hi…..” Tante Lysa mengakhiri percakapan dengan tawa genitnya.
Dia
bertemu ibunya
Malam
menunjukan pukul Sembilan, Ibrahim baru menyelesaikan satu rondenya, dengan
hanya mengenakan celana dalam, di hisapnya sebatang rokok yang terletak di meja
kamar 301. Seumur hidupnya jadi Gigolo, baru kali ini dia mendapat perlawanan
yang begitu hebat. Dia lalu duduk di bangku besar kamar itu. Perempuan teman
tante Lyza itu termenung menatap langit-langit. Sebuah selimut menutupi semua
bagian tubuhnya yang seksi.
“Siapa
namamu sebenarnya?’ Masih dengan pandangan ke langit-langit perempuan itu
bertanya pada Ibrahim.
“Ibrahim.”
“
Bukan Bram Kamajaya?” Perempuan itu baru menoleh ke arah Ibrahim, yang mendapat
sambutan penuh tanda tanya dari sorot matanya.
“
Siapa kau sebenarnya.” Hati Ibrahim berdegup keras.
“
Akulah ibumu, aku yang menitipkanmu di panti asuhan itu.” Perempuan itu lalu
bercerita panjang. Tentang masa mudanya, saat seorang kekasih yang menanam
benih di rahimnya, mati dalam balapan liar. Kalung taring macan itu adalah
milik kekasihnya.
“
Kenapa kau tak cegah perbuatan kita tadi?!” Muka Ibrahim memerah.
“
Karena aku hyper sex, Hasrat itu selalu menang melawan apapun.”
Ibrahim
kemudian menghampiri tempat tidur, menyingkap selimut yang menutupi tubuh
wanita itu. Ibrahim mengangkangi tubuh mulus ibunya, ia lalu berbisik di
telinga perempuan yang melahirkannya.
“
Akulah anak rembulan, yang bersetubuh dengan ibuku sendiri.” Mereka kembali
menyanyikan dendang kehidupan lewat desah nafsu yang tak tertahankan.
********
Tidak ada komentar:
Posting Komentar